
PRAKTIKUM TEKNOLOGI
PENANGANAN HASIL PERIKANAN TRADISIONAL
PENGGARAMAN DAN PENGERINGAN
IKAN SARDEN (Sardinella lemuru)

Kelompok 4
Saputriani
05061181520003
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA




PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ikan bersifat perishable food atau mudah mengalami
proses pembusukan atau kemunduran mutu. Ikan cepat mengalami pembusukan
disebabkan oleh beberapa hal, yaitu karena tubuh ikan mempunyai kadar air yang
tinggi (80%) dan pH mendekati netral sehingga merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan mikroorganisme lain, daging ikan mengandung sedikit sekali jaringan
pengikat atau tendon, sehingga mudah dicerna oleh enzim autolysis,
daging ikan banyak mengandung asam lemak tidak jenuh, yang mudah mengalami
proses oksidasi (Fida, 2007).
Ikan
merupakan sumber protein hewani yang potensial dan sangat dibutuhkan oleh
masyarakat. Biasanya kadar protein ikan 15-20 % tergantung jenis ikannya.
Meskipun demikian, ikan merupakan produk yang cepat busuk karena kadar airnya
yang tinggi (70-80%) sehingga memicu proses pembusukan oleh bakteri. Ikan yang telah dikeringkan memiliki kelebihan, yaitu kadar protein per
100 g bahannya menjadi lebih tinggi. Pengeringan
ikan merupakan cara pengawetan ikan yang tertua. panas matahari dan tiupan
angin. Pada prinsipnya, pengeringan merupakan cara pengawetan ikan dengan
mengurangi kadar air pada tubuh ikan sebanyak mungkin, sehingga kegiatan-
kegiatan bakteri terhambat dan jika mungkin, mematikan bakteri tersebut (Fida,
2007).
Salah satu kelemahan ikan sebagai bahan makanan ialah
sifatnya yang mudah busuk setelah ditangkap dan mati. Oleh karena itu, ikan
perlu ditangani dengan baik agar tetap dalam kondisi yang layak dikonsumsi oleh
konsumen. Setelah dilakukan penanganan awal berupa sortasi, grading dan
pembersihan, maka penanganan selanjutnya antara lain pendinginan, pembekuan,
penggaraman, pengeringan dan lain sebagainya. Teknik pengawetan yaitu
pendinginan, pembekuan, penggaraman dan pengeringan. Pada proses pengawetan
dengan cara penggaraman sebenarnya terdiri dari dua proses yaitu proses
penggaraman dan proses pengeringan. Ikan yang digarami dan dikeringkan menjadi
awet karena garam dapat menghambat atau membunuh bakteri penyebab kebusukan.
Selain itu dengan dilakukannnya pengeringan kadar air dalam ikan yang menjadi faktor
dasar pertumbuhan bakteri semakin kecil sehingga proses pengawetan dapat lebih
sempurna (Fida, 2007).
Metode pengawetan dengan cara penggaraman merupakan metode
pengawetan yang sederhana dan ekonomis, hal ini karena media utama yang menjadi
bahan dasar dari dalam pelaksanaan hanya memerlukan garam dan proses
pengeringannya yang masih tradisional hanya dengan bantuan sinar matahari saja.
Oleh karena itu dilapisan masyarakat sebagian besar metode pengawetan yang
dilakukan adalah penggaraman dan pengeringan (Fida, 2007).
1.2. Tujuan
Berikut tujuan dari praktikum Teknologi Penanganan Hasil Perikanan
Tradisional tentang Penggaraman dan Pengeringan antara lain adalah untuk
mengetahui mengetahui bagaimana cara membuat ikan asin dan hasil score sheet
produk ikan asin yang baik.
![]() |

TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Sistematika dan Morfologi Ikan Sarden (Sardinella
lemuru)
Sistematika dan morfologi ikan Sarden (Sardinella lemuru) menurut Saanin (1984) antara lain sebagai berikut:
kingdom : Animalia
filum : Chordata
kelas : Actinopterygii
ordo : Cluiformes
famili : Clupeidae
genus : Sardinella
species :
Sardinella lemuru
Sardinela
adalah nama marga ikan, anggota suku Clupeidae.
Beberapa spesiesnya di Indonesia dikenal dengan
nama lemuru dan tembang, yang merupakan jenis
ikan pelagis kecil yang cukup penting bagi perikanan. Karena lekas
membusuk, ikan ini lebih banyak dijadikan iksn asin, ikan pindang, atau
dikalengkan sebagai ikan sarden. Ikan yang berukuran kecil dan ramping,
panjang tubuh sekitar 15 cmatau kurang, namun ada pula yang dapat mencapai
lebih dari 20 cm. Lemuru biasanya hampir silindris, dengan tinggi tubuh (body
depth) sekitar 25% panjang standar. Tembang bertubuh lebih lebar dan pipih,
dengan tinggi tubuh sekitar 30% panjang standar. Sirippunggung berukuran
sedang, di tengah tubuh, kira-kira sejajar dengan sirip perut.Sirip ekor
berbagi dalam. Sisi bawah tubuh berlingir (Sugianto, 1986).
Ikan
sarden memiliki bentuk tubuh torpedo dengan mulut yang terminal. Bahwa Fusiform
atau bentuk torpedo (bentuk cerutu), yaitu suatu bentuk yang sangat stream-line
untuk bergerak dalam suatu medium tanpa mengalami banyak hambatan. Tinggi
tubuh hampir sama dengan lebar tubuh, sedangkan panjang tubuh beberapa kali
tinggi tubuh. Bentuk tubuh hamper meruncing pada kedua bagian ujung (Sugianto, 1986).
2.2. Penggaraman
Penggaraman merupakan proses pengawetan yang banyak dilakukan di
berbagai negara, termasuk Indonesia. Proses tersebut menggunakan garam sebagai
media pengawet, baik yang berbentuk kristal maupun larutan. Selama proses
penggaraman, terjadi penetrasi garam ke dalam tubuh ikan dan keluarnya cairan
dari tubuh ikan karena perbedaan konsentrasi. Cairan itu dengan cepat
dapatmelarutkan kristal garamatau mengencerkanlarutan garam. Bersamaan dengan
keluarnya cairan daridalam tubuh ikan, partikel garam akan memasuki tubuh ikan.
Lama kelamaan kecepatan proses pertukaran garam dan cairan semakin lambat
dengan menurunnya konsentrasi garam di luar tubuh ikan dan meningkatnya
konsentrasi garam di dalam tubuh ikan. Bahkan pertukaran garam dan cairan
tersebut berhenti sama sekali setelah terjadi keseimbangan. Proses
itumengakibatkan pengentalan cairan tubuh yang masih tersisa dan penggumpalan
protein (denaturasi serta pengerutan sel-sel tubuh ikan sehingga sifat
dagingnya berubah) (Suryanto, 2003).
Selama proses penggaraman berlangsung terjadi penetrasi garam ke dalam
tubuh ikan dan keluarnya cairan dari tubuh ikan karena adanya perbedaan
konsentrasi. Cairan tersebut dengan cepat akan melarutkan kristal garam atau
mengencerkan larutan garam. Bersamaan dengan keluarnya cairan dari dalam tubuh
ikan, partikel garam pun masuk ke dalam tubuh ikan. Ikan yang telah mengalami
proses penggaraman, sesuai dengan prinsip yang berlaku, akan mempunyai daya simpan
tinggi karena garam dapat berfungsi menghambat atau menghentikan reaksi
autolisis danmembunuh bakteri yang terdapat di dalam tubuh ikan. Cara kerja
garam di dalam menjalankan fungsi kedua sebagai berikut. Garam menyerap cairan
tubuh ikan, selain itu garam juga menyerap cairan tubuh bakteri sehingga proses
metabolisme bakteri terganggu karena kekurangan cairan, akhirnya bakteri
mengalami kekeringan dan mati (Budiman, 2004).
2.3. Metode Penggaraman
Pengawetan ikan dengan cara penggaraman terdiri dari 2 proses
yaitu,proses penggaraman dan proses pengeringan. Adapun tujuan dari
prosespenggaraman yakni untuk memperpanjang masa awet dan daya simpan ikan.Ikan
yang digarami dapat menghambat atau membunuh bakteri penyebabkebusukan ikan
(Adawiyah, 2007).
2.3.1. Penggaraman Kering (Dry Salting)
Metode penggaraman keringmenggunakan kristal garam yangdicampurkan
dengan ikan. Pada umumnya,ikan yang berukuran besar dibuang isi perutdan
badannya dibelah dua. Dalam proses penggaraman ikan ditempatkandidalam wadah
yang kedap air. Ikan disusun rapi dalam wadah selapis demiselapis dengan setiap
lapisan ikan ditaburi garam. Lapisan paling atas dan palingbawah wadah
merupakan lapisan garam. Garam yang digunakan pada prosespenggaraman umumnya
berjumlah 10 % - 35 % dari berat ikan yang digarami.Pada waktu ikan bersentuhan
dengan kulit atau daging ikan (yang basah/berair),garam itu mula-mula akan
membentuk larutan pekat. Larutan ini kemudian akanmeresap kedalam daging ikan melalui
proses osmosa. Jadi, kristal garam tidaklangsung menyerap air, tetapi terlebih
dahulu berubah jadi larutan. Semakin lamalarutan akan semakin banyak dan ini
berarti kandungan air dalam tubuh ikansemakin berkurang (Budiman, 2008).
2.3.2. Penggaraman Basah (Wet
Salting)
Penggaraman
basah menggunakan larutan garam 30-50% (setiap 100 liter larutan garam berisi
30-50 kg garam). Ikan dimasukan kedalam larutan itu dan diberi pemberat agar
semua ikan terendam, tidak ada yang terapung. Ikan direndam dalam jangka waktu
tertentu tergantung pada ukuran dan tebal ikan serta erajat keasinan yang
diinginkan. Didalam proses osmosis, kepekaan makin lama makin berkurang, karena
air dari dalam daging ikan secara berangsur-angsur masuk kedalam larutangaram,
sementara sebagian molekul garam masuk kedalam daging ikan. Karenakecenderungan
daging ikan penurunan kepekaan larutan garam itu, maka prosesosmosis akan
semakin lambat dan pada akhirnya berhenti. Larutan garam yanglewat jenuh adalah
jumlah garam lebih banyak dari jumlah yang dapat dilarutkan sehingga dapat
dipergunakan untuk memperlambat kecenderungan itu (Adawiyah, 2007).
Bedanya dengan penggaraman kering adalah larutan garam perendamikan
dibuat lebih dulu sehingga konsentrasi larutan ini disesuaikan dengan seleradan
keperluan. Umumya larutan garam yang digunakan 30% - 50% (setiap 100liter
larutan garam berisi 30-50 kg garam). Kench salting hampir sama
denganpenggaraman kering, tetapi larutan garam yang terbentuk dibiarkan
mengalirkeluar dari wadah. Wadah yang digunakan tidak kedap air tetapi
berupakeranjang. Ikan yang dilumuri garam ditumpuk dalam keranjang dan
dipadatkanserta ditutup rapat (Moeljanto, 1992).
2.3.3. Penggaraman Campuran
(Kench Salting)
Pada dasarnya,
teknik penggaraman ini sama dengan pengaramankering (dry salting) tetapi tidak
mengunakan bak /wadah penyimpanan. Ikandicampur dengan garam dan dibiarkan
diatas lantai atau geladak kapal, larutanair yang terbentuk dibiarkan mengalir
dan terbuang. Kelemahan dari cara iniadalah memerlukan jumlah garam yang lebih
banyak dan proses penggaramanberlangsung sangat lambat (Budiman, 2008).
2.5. Jenis-Jenis Garam
Garam
dapur yang mempunyai nama kimia sodium klorida (rumus kimia: NaCl) adalah
senyawa kimia yang tersusun dari sodium (Na) dan klorida (Cl). Sodium (Na) adalah
salah satu elemen penting dalam tubuh untuk proses metabolisme sel, dan
merupakan mineral dalam darah dan cairan limpa. Sodium (Na) juga diperlukan
tubuh untuk menjaga fungsi saraf dan otot. Kebutuhan
tubuh terhadap sodium bisa didapatkan dari asupan makanan. Sumber sodium yang
murah meriah adalah garam dapur. Jelasnya, garam dapur yang kita gunakan untuk
memasak tidak hanya sebagai pelengkap rasa, tetapi juga untuk memenuhi
kebutuhan sodium dalam menjaga keseimbangan fungsi tubuh. Garam dapur atau sodium
klorida (rumus kimia: NaCl). tidak hanya diproduksi dari air laut saja. Bahan
kimia ini bisa juga ditambang dari dalam bumi, yaitu dari endapan mineral
sodium klorida yang terbentuk lama dan tertutup
lapisan bumi (Martini,
2010).
Garam meja merupakan olahan dari garam laut, butirannya
lebih halus, dan biasanya diberi tambahan mineral lainnya. Namun, garam meja
mempunyai kandungan iodium lebih sedikit. Garam meja merupakan olahan dari garam laut,
butirannya lebih halus, dan biasanya diberi tambahan mineral lainnya. Namun,
garam meja mempunyai kandungan iodium lebih sedikit. Garam meja diproses
dengan cara yang sangat murni. Sehingga membentuk butiran yang halus dan
lembut. Meskipun garam bukan sumber yodium yang utama, tapi di dalamnya
terkandung zat yang sangat penting untuk kesehatan tiroid. Nutrisi tersebut,
pertama kali ditambahkan ke dalam garam pada tahun 1920. Bertujuan untuk
mencegah gondok dan gangguan neurokognigtif, yang muncul akibat kurang yodium (Ishikawa, 1988).
2.6. Pengeringan
Pengeringan
adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu
bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan
energi panas. Biasanya, kandungan air bahan tersebut di kurangi sampai batas
sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi di dalamya. Keuntungan
pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dan volume bahan menjadi lebih
kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan,
berat bahan juga menjadi berkurang sehingga memudahkan transpor, dengan
demikian di harapkan biaya produksi menjadi lebih murah (Murniyati, 2000).
Di
samping keuntungan-keuntunganya, pengeringan juga mempunyai beberapa kerugian
yaitu karena sifat asal bahan yang di keringkan dapat berubah, misalnya
bentuknya, misalnya bentuknya, sifat-sifat fisik dan kimianya, penurunan mutu
dan sebagainya. Kerugian yang lainya juga disebabkan beberapa bahan kering
perlu pekerjaan tambahan sebelum di pakai, misalnya harus di basahkan kembali
(rehidratasi) sebelum di gunakan. Agar pengeringan dapat berlangsung, harus di
berikan energi panas pada bahan yang di keringkan, dan di perlukan aliran udara
untuk mengalirkan uap air yang terbentuk keluar dari daerah pengeringan.
Penyedotan uap air ini daoat juga di lakukan secara vakum. Pengeringan dapat
berlangsung dengan baik jika pemanasan terjadi pada setiap tempat dari bahan
tersebut, dan uap air yang di ambil berasal dari semua permukaan bahan
tersebut. Factor-faktor yang mempengaruhi pengeringan terutama adalah luas
permukaan benda, suhu pengeringan, aliran udara, tekanan uap di udara, dan
waktu pengeringan (Murniyati, 2000).
Pengeringan
merupakan proses mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana perkembangan mikroorganisme
dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti.
Semakin banyak kadar air dalam suatu bahan, maka semakin cepat pembusukannya
oleh mikroorganisme. Dengan demikian bahan yang dikeringkan dapat mempunyai
waktu simpan yang lebih lama dan kandungan nutrisinya masih ada. Akan tetapi
misalnya pada ikan asin, dilakukan penggaraman terlebih dulu sebelum
dikeringkan. Ini dilakukan agar spora yang dapat meningkatkan kadar air dapat
dimatikan (Desroirer,
2008).
2.7. Metode Pengeringan
Pengawetan secara pengeringan dilakukan setelah
dilakukan proses penggaraman. Pengeringan adalah suatu proses
pengawetan pangan yang sudah lama dilakukan oleh manusia. Metode pengeringan
ada dua, yaitu metode pengeringan secara alami dan buatan / mekanis) (Desroirer, 2008).
2.7.1. Pengeringan Alami
Metode
pengeringan secara alami adalah suatu proses pengeringan yang dilakukan
dengan menggunakan media angin dan sinar matahari. Dalam pengeringan alam, ikan
dijemur diatas rak-rak yang dipasang miring (+15o) kearah datangnya angin dan
diletakkan ditempat terbuka supaya terkena sinar matahari dan hembusan angin
secara langsung. Keunggulan pengeringan alami adalah proses sangat sederhana,
murah dan tidak memerlukan peralatan khusus sehingga gampang dilakukan oleh
semua orang. Pengeringan
dengan sinar matahari merupakan jenis pengeringan tertua, dan hingga saat ini
termasuk cara pengeringan yang populer di kalangan petani terutama di daerah
tropis. Teknik pengeringan yang dilakukan dengan secara langsung maupun juga tidak langsung
(dikeringanginkan), dengan rak-rak maupun lantai semen atau tanah serta
penampung bahan lainnya (Moeljanto, 1992).
Pada
proses pengeringan ini, angin berfungsi untuk memindahkan uap air yang terlepas
dari ikan, dari atas ikan ke tempat lain sehingga penguapan berlangsung lebih
cepat. Tanpa adanya pergerakan udara, misalnya jika penjemuran ditempat
tertutup (tanpa adanya hembusan angin), pengeringan akan berjalan lambat.
Selain tiupan angin, pengeringan alami juga dipengaruhi oleh intensitas cahaya
matahari pada saat penjemuran berlangsung. Makin tinggi intensitasnya maka
proses pengeringan akan semakin cepat berlangsung begitupun sebaliknya. Oleh
karena itu, proses pengeringan alami sering terhambat pada saat musim penghujan
karena intensitas cahaya matahari sangat kurang. Karena lambatnya pengeringan,
proses pembusukan kemungkinan tetap berlangsung selama proses pengeringan (Budiman, 2008).
2.7.1. Pengeringan Mekanis
Pada metode
pengeringan secara mekanis, ikan disusun diatas rak-rak penyimpanan
didalam ruangan tertutup yang dilengkapi dengan beberapa lubang ventilasi.
Kedalam ruangan tersebut, ditiupkan hawa panas yang dihasilkan dari elemen
pemanas listrik. Hawa panas ditiupkan dengan sebuah kipas angin atau blower
supaya mengalir ke arah rak-rak ikan. Angin yang membawa uap air dari tubuh
ikan akan keluar dari lubang-lubang ventilasi. Pengeringan mekanis memiliki beberapa
keunggulan antara lain Ketinggian suhu, kelembaban dan kecepatan udara mudah
diatur. Sanitasi dan higiene lebih mudah dikendalikan. Tidak memerlukan tempat yang luas. Waktu
pengeringan menjadi lebih teratur (tidak terpengaruh oleh adanya musim hujan (Hardjosentono, 2009).
Pengeringan
dengan pemanas buatan mempunyai beberapa tipe alat dimana pindah panas
berlangsung secara konduksi atau konveksi, meskipun beberapa dapat pula dengan
cara radiasi. Alat pengering dengan pindah panas secara konveksi pada umumnya
menggunakan udara panas yang dialirkan, sehingga enersi panas merata ke seluruh
bahan. Alat pengering dengan pindah panas secara konduksi pada umumnya
menggunakan permukaan padat sebagai penghantar panasnya (Hardjosentono, 2009).
2.8. Ikan Asin
Ikan asin merupakan bahan makanan yang terbuat
dari daging ikan yang diawetkan dengan menambahkan banyak garam. Prosedur kerja dalam pembuatan ikan asin adalah lakukan penyiangan
ikan dengan membuang insang,sisik dan isi perut kemudin ikan dibelah menjadi dua
atau dalam bentuk fillet butterfly ikan.metode penggaraman yang digunakan
adalah metode penggaraman kombinasi antara penggaraman kering dan basah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dari produk suatu ikan asin adalah ketebalan
daging ikan, konsentrasi garam, jenis garam, kandungan lemak pada suatu daging
ikan, dan suhu pada tubuh ikan (Mucthadi, 1992).
Ikan asin merupakan
bahan makanan yang terbuat dari daging ikan yang diawetkan dengan menambahkan
banyak garam. Dengan metode pengawetan ini daging ikan yang biasanya membusuk
dalam waktu singkat dapat disimpan di suhu kamar untuk jangka waktu berbulan-bulan,
walaupun biasanya harus ditutup rapat. Ikan sebagai bahan makanan yang
mengandung protein tinggi dan mengandung asam amino essensial yang diperlukan
oleh tubuh, disamping itu nilai biologisnya mencapai 90%, dengan jaringan
pengikat sedikit sehingga mudah dicerna oleh konsumen (Adawyah, 2007).
Dengan demikian prinsip pembuatan olahan ikan
asin merupakan salah satu cara untuk memperpanjang daya simpan dan menambah
nilai jual dari poduk tersebut. Sehingga hal ini sangat penting diketahui bagi
kita terutama seorang praktikan jurusan perikanan sebagai seorang akademisi dan merupakan ranah bidang ilmu pengetahuan kita.
Cara pengawetan ini merupakan usaha yang paling mudah dalam menyelamatkan hasil
tangkapan nelayan. Dengan penggaraman proses pembusukan dapat dihambat sehingga
ikan dapat disimpan lebih lama. Penggunaan garam sebagai bahan pengawet
terutama diandalkan pada kemampuannya menghambat pertumbuhan bakteri dan
kegiatan enzim penyebab pembusukan ikan yang terdapat dalam tubuh ikan (Tarwiyah, 2001).

PELAKSANAAN PRAKTIKUM
3.1. Tempat dan Waktu
Praktikum Teknologi Penanganan Hasil Perikanan Tradisional tentang Pemindangan
Pada Ikan Nila (Oreochromis
niloticus) ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya. Pada
hari Kamis, 2 Februari 2017 pukul 10.00 WIB
sampai dengan selesai.
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1. Alat
Alat yang digunakan untuk praktikum pemindangan ini adalah seperangkat pisau, talenan, baskom, blander, kukusan, besek, dan timbangan.
3.2.2. Bahan
Bahan
yang digunakan adalah Ikan
Nila (Oreochromis niloticus) segar dan garam kasar atau garam halus.
3.3.
Cara Kerja
Berikut cara kerja yang
dilakukan pada praktikum Teknologi
Penanganan Hasil Perikanan Tradisional
antara lain sebagai berikut:
1. Ikan dicuci bersih lalu ditimbang.
2. Ikan disiangi dan seluruh tubuh ikan di
lumuri bumbu dan garam secukupnya
3. Kemudian ikan dikukus
4. Ikan asin yang telah kering di goreng.
5. Uji organoleptik dan analisa sensori pada
ikan asin betok.

HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Hasil
Berikut hasil
dari praktikum Teknologi Penanganan Hasil Perikanan Tradisional
tentang Penggaraman dan Pengeringan Pada Ikan Sarden (Sardinella lemuru) antara lain, sebagai berikut:
Tabel 4.1.1. Analisa sensori pada ikan asin
No.
|
Nama Ikan
|
Penampakan
|
Aroma
|
Tekstur
|
Rasa
|
1.
|
Ikan Betok
10%
15%
|
6
7
|
6
6
|
6
6
|
7
7
|
2.
|
Ikan Sepat
10%
15%
|
7
7
|
7
8
|
7
7
|
7
7
|
3.
|
Ikan Lele
10%
15%
|
7
7
|
7
6
|
6
7
|
7
7
|
4.
|
Ikan Sarden
10%
15%
|
9
9
|
9
9
|
9
9
|
9
9
|
5.
|
Ikan Kembung
10%
15%
|
8
7
|
7
7
|
6
7
|
7
7
|
6.
|
Ikan Sapil
10%
15%
|
4
4
|
4
3
|
3
4
|
7
6
|
7.
|
Ikan Nila
10%
15%
|
7
7
|
7
7
|
7
6
|
7
7
|
Keterangan:
1= Amat
sangat tidak suka
2= sangat tidak suka
3= Tidak suka
4= Agak tidak suka
5= Netral
6= Agak suka
7= Suka
8= Sangat suka
9= Amat
sangat suka
4.2. Pembahasaan
Berdasarkan praktikum Teknologi
Pengolahan Hasil Perikanan tentang penggaraman yang telah dilakukan, kami
melakukan penggaraman pada ikan segar yang mana kelompok kami dapat melakukan
perlakuan terhadap ikan sarden (Sardinella lemuru). Seperti yang telah
kita ketahui bahwa garam bersifat higroskopis yang dimana kinerja dari garam
tersebut saaat dilumuri diseluruh permukaan tubuh ikan yakni dengan garam tersebut
menarik keluar air dari dalam tubuh ikan atau dapat dikatakan garam menyerap
cairan tubuh ikan, selain itu garam juga menyerap cairan tubuh bakteri sehingga
proses metabolisme bakteri terganggu karena kekurangan cairan, akhirnya bakteri
mengalami kekeringan dan menyebabkan kematian.
Hal yang pertama dilakukan saat praktikum adalah
menimbang berat garam sesuai perlakuan, dimana diuji untuk ikan pertama dengan
persentasi garam 10% dan ikan kedua dengan garam sebesar 15%. Praktikum dilaksanakan yang selanjutnya
menyiangi atau membersihkan bagian dalam tubuh ikan baik itu jeroan ataupun
insang dengan dilanjutkan membelah tubuh ikan menjadi dua dengan bentuk butterfly,
setelah itu ikan dicuci bersih lalu dilumuri dengan garam yang konsentrasi dan
persenya telah ditentukan sebelunya. Penggunaan garam yakni menggunakan garam
kasar, karena ikan sarden memiliki ukuran yang cukup besar sehingga agar garam
dapat terserap kedalam tubuh ikan dan menarik keluar air dari dalam tubuh ikan
tersebut dengan cepat, jika menggunakan garam halus, dengan ikan yang memiliki
ukuran cukup besar maka sebelum garam halus tersebut terserap kedalam tubuh
ikan permukaan ikan sudah dehidrasi duluan seehingga menyebabkan ikan mengalami
kemunduran mutu sebelum air dari dalam tubuh ikan keluar.
Setelah penggaraman dilanjutkan dengan pengeringanikan
tersebut selama seminggu. Ikan yang digarami dan dikeringkan menjadi awet karena garam dapat
menghambat atau membunuh bakteri penyebab kebusukan. Selain itu dengan
dilakukannnya pengeringan kadar air dalam ikan yang menjadi faktor dasar
pertumbuhan bakteri semakin kecil sehingga proses pengawetan dapat lebih
sempurna. Saat uji organoleptik mengenai produk ikan asin
yang telah jadi, dimana ikan asin yang kering dengan penggaraman yang sempurna
yakni ikan sarden dengan rasa dan aroma yang pas.
![]() |

KESIMPULAN DAN
SARAN
5.1. Kesimpulan
Berikut kesimpulan yang
di peroleh dari praktikum Praktikum Teknologi Penanganan Hasil Perikanan Tradisional, antara lain sebagai
berikut:
1. Garam
berfungsi untuk menarik air keluar dari dalam tubuh ikan
2. Garam
yang baik untuk penggaraman yakni garam yang sedikit mengandung Ca dan Mg.
3.
Setiap
bahan pangan yang mengalami pengeringan akan mengalami penurunan berat, karena
adanya penguapan pada bahan pangan saat pengeringan dan yang tersisa hanya
padatan dan air yang terikat.
4.
Akan
terjadi perubahan warna pada bahan pangan setelah proses pengeringan, hal ini
dikarenakan adanya reaksi-reaksi non-enzimatik.
5.
Faktor
yang mempengaruhi proses pengeringan antara lain suhu, luas permukaan bahan,
ukuran, kadar lemak, dan metode yang digunakan.
5.2. Saran
Praktikum sudah berjalan dengan lancar, sejauh ini belum ada saran baik
untuk asisten maupun praktikan yang bersangkutan.

Adawiyah. 2007. Pengolahan
dan Pemgawetan Ikan. Bumi Aksara. Jakarta
Budiman. 2008. Pengawetan
dan Pengolahan Bahan Pangan. Penerbit UIP. Jakarta.
Budiman, M.S.
2004. Teknik Penggaraman dan Pengeringan. Departemen
Pendidikan Nasional.
Desroirer.
2008. Pengawetan dan Pengolahan Bahan Pangan .Uip.
Jakarta.
Fida, Ruhil. 2007.Teknologi Pasca Panen. SPP Negeri Sembawa. Palembang.
Hardjosentono.
2009. Mesin-mesin Pertanian. Bumi Aksara. Jakarta.
Ishikawa, K.1988. Macam-Macam Garam. IPB Press. Bogor.
Moeljanto, R. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil
Perikanan. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Martini, K. 2010. Garam dalam Kehidupan
Sehari-hari. UNS Press. Surakarta.
Mucthadi. 1992. IlMu Pengetahuan Bahan Pangan. Departemen Pendidikan
dan
Kebudayaan Direktorat Jendral Pedidikan Tinggi Pusat Antar Universitas
Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Murniyati. 2000.Proses
Pengeringan. Kanisius. Yogyakarta.
Saanin,
H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan.
Binacipta Anggota
IKAPI. Bogor.
Sugianto. 1986. Kekayaan Laut Indonesia. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Suryanto, 2003. Penggaraman
dan Pengeringan. Departemen Pendidikan. Jakarta
Tarwiyah.
2001. Cara Pengasinan Ikan. PT
Penebar Swadaya. Jakarta.
![]() |
|||
![]() |
|||
Tidak ada komentar:
Posting Komentar