Sabtu, 08 April 2017

LAPORAN PRAKTIKUM PENGGARAMAN DAN PENGERINGAN IKAN SARDEN ~ Puput


LAPORAN TETAP
PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENANGANAN HASIL PERIKANAN TRADISIONAL
PENGGARAMAN DAN PENGERINGAN
IKAN SARDEN (Sardinella lemuru)






Kelompok 4
Saputriani
05061181520003

         







PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2017
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Ikan bersifat perishable food atau mudah mengalami proses pembusukan atau kemunduran mutu. Ikan cepat mengalami pembusukan disebabkan oleh beberapa hal, yaitu karena tubuh ikan mempunyai kadar air yang tinggi (80%) dan pH mendekati netral sehingga merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme lain, daging ikan mengandung sedikit sekali jaringan pengikat atau tendon, sehingga mudah dicerna oleh enzim autolysis, daging ikan banyak mengandung asam lemak tidak jenuh, yang mudah mengalami proses oksidasi (Fida, 2007).
Ikan merupakan sumber protein hewani yang potensial dan sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Biasanya kadar protein ikan 15-20 % tergantung jenis ikannya. Meskipun demikian, ikan merupakan produk yang cepat busuk karena kadar airnya yang tinggi (70-80%) sehingga memicu proses pembusukan oleh bakteri. Ikan yang telah dikeringkan memiliki kelebihan, yaitu kadar protein per 100 g bahannya menjadi lebih tinggi. Pengeringan ikan merupakan cara pengawetan ikan yang tertua. panas matahari dan tiupan angin. Pada prinsipnya, pengeringan merupakan cara pengawetan ikan dengan mengurangi kadar air pada tubuh ikan sebanyak mungkin, sehingga kegiatan- kegiatan bakteri terhambat dan jika mungkin, mematikan bakteri tersebut (Fida, 2007).
Salah satu kelemahan ikan sebagai bahan makanan ialah sifatnya yang mudah busuk setelah ditangkap dan mati. Oleh karena itu, ikan perlu ditangani dengan baik agar tetap dalam kondisi yang layak dikonsumsi oleh konsumen. Setelah dilakukan penanganan awal berupa sortasi, grading dan pembersihan, maka penanganan selanjutnya antara lain pendinginan, pembekuan, penggaraman, pengeringan dan lain sebagainya. Teknik pengawetan yaitu pendinginan, pembekuan, penggaraman dan pengeringan. Pada proses pengawetan dengan cara penggaraman sebenarnya terdiri dari dua proses yaitu proses penggaraman dan proses pengeringan. Ikan yang digarami dan dikeringkan menjadi awet karena garam dapat menghambat atau membunuh bakteri penyebab kebusukan. Selain itu dengan dilakukannnya pengeringan kadar air dalam ikan yang menjadi faktor dasar pertumbuhan bakteri semakin kecil sehingga proses pengawetan dapat lebih sempurna (Fida, 2007).
Metode pengawetan dengan cara penggaraman merupakan metode pengawetan yang sederhana dan ekonomis, hal ini karena media utama yang menjadi bahan dasar dari dalam pelaksanaan hanya memerlukan garam dan proses pengeringannya yang masih tradisional hanya dengan bantuan sinar matahari saja. Oleh karena itu dilapisan masyarakat sebagian besar metode pengawetan yang dilakukan adalah penggaraman dan pengeringan (Fida, 2007).


1.2. Tujuan
Berikut tujuan dari praktikum Teknologi Penanganan Hasil Perikanan Tradisional tentang Penggaraman dan Pengeringan antara lain adalah untuk mengetahui mengetahui bagaimana cara membuat ikan asin dan hasil score sheet produk ikan asin yang baik. 


















 
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistematika dan Morfologi Ikan Sarden (Sardinella lemuru)
Sistematika dan morfologi ikan Sarden (Sardinella lemuru) menurut Saanin (1984) antara lain sebagai berikut:
kingdom          : Animalia
filum                : Chordata
kelas                : Actinopterygii
ordo                 : Cluiformes
famili               : Clupeidae
genus               : Sardinella
species             : Sardinella lemuru
Sardinela adalah nama marga ikan, anggota suku Clupeidae. Beberapa spesiesnya di Indonesia dikenal dengan nama lemuru dan tembang, yang merupakan jenis ikan pelagis kecil yang cukup penting bagi perikanan. Karena lekas membusuk, ikan ini lebih banyak dijadikan iksn asin, ikan pindang, atau dikalengkan sebagai ikan sarden. Ikan yang berukuran kecil dan ramping, panjang tubuh sekitar 15 cmatau kurang, namun ada pula yang dapat mencapai lebih dari 20 cm. Lemuru biasanya hampir silindris, dengan tinggi tubuh (body depth) sekitar 25% panjang standar. Tembang bertubuh lebih lebar dan pipih, dengan tinggi tubuh sekitar 30% panjang standar. Sirippunggung berukuran sedang, di tengah tubuh, kira-kira sejajar dengan sirip perut.Sirip ekor berbagi dalam. Sisi bawah tubuh berlingir (Sugianto, 1986).
Ikan sarden memiliki bentuk tubuh torpedo dengan mulut yang terminal. Bahwa Fusiform atau bentuk torpedo (bentuk cerutu), yaitu suatu bentuk yang sangat stream-line untuk bergerak dalam suatu medium tanpa mengalami banyak hambatan. Tinggi tubuh hampir sama dengan lebar tubuh, sedangkan panjang tubuh beberapa kali tinggi tubuh. Bentuk tubuh hamper meruncing pada kedua bagian ujung (Sugianto, 1986).

2.2. Penggaraman
Penggaraman merupakan proses pengawetan yang banyak dilakukan di berbagai negara, termasuk Indonesia. Proses tersebut menggunakan garam sebagai media pengawet, baik yang berbentuk kristal maupun larutan. Selama proses penggaraman, terjadi penetrasi garam ke dalam tubuh ikan dan keluarnya cairan dari tubuh ikan karena perbedaan konsentrasi. Cairan itu dengan cepat dapatmelarutkan kristal garamatau mengencerkanlarutan garam. Bersamaan dengan keluarnya cairan daridalam tubuh ikan, partikel garam akan memasuki tubuh ikan. Lama kelamaan kecepatan proses pertukaran garam dan cairan semakin lambat dengan menurunnya konsentrasi garam di luar tubuh ikan dan meningkatnya konsentrasi garam di dalam tubuh ikan. Bahkan pertukaran garam dan cairan tersebut berhenti sama sekali setelah terjadi keseimbangan. Proses itumengakibatkan pengentalan cairan tubuh yang masih tersisa dan penggumpalan protein (denaturasi serta pengerutan sel-sel tubuh ikan sehingga sifat dagingnya berubah) (Suryanto, 2003).
Selama proses penggaraman berlangsung terjadi penetrasi garam ke dalam tubuh ikan dan keluarnya cairan dari tubuh ikan karena adanya perbedaan konsentrasi. Cairan tersebut dengan cepat akan melarutkan kristal garam atau mengencerkan larutan garam. Bersamaan dengan keluarnya cairan dari dalam tubuh ikan, partikel garam pun masuk ke dalam tubuh ikan. Ikan yang telah mengalami proses penggaraman, sesuai dengan prinsip yang berlaku, akan mempunyai daya simpan tinggi karena garam dapat berfungsi menghambat atau menghentikan reaksi autolisis danmembunuh bakteri yang terdapat di dalam tubuh ikan. Cara kerja garam di dalam menjalankan fungsi kedua sebagai berikut. Garam menyerap cairan tubuh ikan, selain itu garam juga menyerap cairan tubuh bakteri sehingga proses metabolisme bakteri terganggu karena kekurangan cairan, akhirnya bakteri mengalami kekeringan dan mati (Budiman, 2004).


2.3. Metode Penggaraman
Pengawetan ikan dengan cara penggaraman terdiri dari 2 proses yaitu,proses penggaraman dan proses pengeringan. Adapun tujuan dari prosespenggaraman yakni untuk memperpanjang masa awet dan daya simpan ikan.Ikan yang digarami dapat menghambat atau membunuh bakteri penyebabkebusukan ikan (Adawiyah, 2007).
2.3.1. Penggaraman Kering (Dry Salting)
Metode penggaraman keringmenggunakan kristal garam yangdicampurkan dengan ikan. Pada umumnya,ikan yang berukuran besar dibuang isi perutdan badannya dibelah dua. Dalam proses penggaraman ikan ditempatkandidalam wadah yang kedap air. Ikan disusun rapi dalam wadah selapis demiselapis dengan setiap lapisan ikan ditaburi garam. Lapisan paling atas dan palingbawah wadah merupakan lapisan garam. Garam yang digunakan pada prosespenggaraman umumnya berjumlah 10 % - 35 % dari berat ikan yang digarami.Pada waktu ikan bersentuhan dengan kulit atau daging ikan (yang basah/berair),garam itu mula-mula akan membentuk larutan pekat. Larutan ini kemudian akanmeresap kedalam daging ikan melalui proses osmosa. Jadi, kristal garam tidaklangsung menyerap air, tetapi terlebih dahulu berubah jadi larutan. Semakin lamalarutan akan semakin banyak dan ini berarti kandungan air dalam tubuh ikansemakin berkurang (Budiman, 2008).
2.3.2. Penggaraman Basah (Wet Salting)
Penggaraman basah menggunakan larutan garam 30-50% (setiap 100 liter larutan garam berisi 30-50 kg garam). Ikan dimasukan kedalam larutan itu dan diberi pemberat agar semua ikan terendam, tidak ada yang terapung. Ikan direndam dalam jangka waktu tertentu tergantung pada ukuran dan tebal ikan serta erajat keasinan yang diinginkan. Didalam proses osmosis, kepekaan makin lama makin berkurang, karena air dari dalam daging ikan secara berangsur-angsur masuk kedalam larutangaram, sementara sebagian molekul garam masuk kedalam daging ikan. Karenakecenderungan daging ikan penurunan kepekaan larutan garam itu, maka prosesosmosis akan semakin lambat dan pada akhirnya berhenti. Larutan garam yanglewat jenuh adalah jumlah garam lebih banyak dari jumlah yang dapat dilarutkan sehingga dapat dipergunakan untuk memperlambat kecenderungan itu (Adawiyah, 2007).
Bedanya dengan penggaraman kering adalah larutan garam perendamikan dibuat lebih dulu sehingga konsentrasi larutan ini disesuaikan dengan seleradan keperluan. Umumya larutan garam yang digunakan 30% - 50% (setiap 100liter larutan garam berisi 30-50 kg garam). Kench salting hampir sama denganpenggaraman kering, tetapi larutan garam yang terbentuk dibiarkan mengalirkeluar dari wadah. Wadah yang digunakan tidak kedap air tetapi berupakeranjang. Ikan yang dilumuri garam ditumpuk dalam keranjang dan dipadatkanserta ditutup rapat (Moeljanto, 1992).
2.3.3. Penggaraman Campuran (Kench Salting)
Pada dasarnya, teknik penggaraman ini sama dengan pengaramankering (dry salting) tetapi tidak mengunakan bak /wadah penyimpanan. Ikandicampur dengan garam dan dibiarkan diatas lantai atau geladak kapal, larutanair yang terbentuk dibiarkan mengalir dan terbuang. Kelemahan dari cara iniadalah memerlukan jumlah garam yang lebih banyak dan proses penggaramanberlangsung sangat lambat (Budiman, 2008).


2.5. Jenis-Jenis Garam
Garam dapur yang mempunyai nama kimia sodium klorida (rumus kimia: NaCl) adalah senyawa kimia yang tersusun dari sodium (Na) dan klorida (Cl). Sodium (Na) adalah salah satu elemen penting dalam tubuh untuk proses metabolisme sel, dan merupakan mineral dalam darah dan cairan limpa. Sodium (Na) juga diperlukan tubuh untuk menjaga fungsi saraf dan otot. Kebutuhan tubuh terhadap sodium bisa didapatkan dari asupan makanan. Sumber sodium yang murah meriah adalah garam dapur. Jelasnya, garam dapur yang kita gunakan untuk memasak tidak hanya sebagai pelengkap rasa, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan sodium dalam menjaga keseimbangan fungsi tubuh. Garam dapur atau sodium klorida (rumus kimia: NaCl). tidak hanya diproduksi dari air laut saja. Bahan kimia ini bisa juga ditambang dari dalam bumi, yaitu dari endapan mineral sodium klorida yang terbentuk lama dan tertutup lapisan bumi (Martini,  2010).
Garam meja merupakan olahan dari garam laut, butirannya lebih halus, dan biasanya diberi tambahan mineral lainnya. Namun, garam meja mempunyai kandungan iodium lebih sedikit. Garam meja merupakan olahan dari garam laut, butirannya lebih halus, dan biasanya diberi tambahan mineral lainnya. Namun, garam meja mempunyai kandungan iodium lebih sedikit. Garam meja diproses dengan cara yang sangat murni. Sehingga membentuk butiran yang halus dan lembut. Meskipun garam bukan sumber yodium yang utama, tapi di dalamnya terkandung zat yang sangat penting untuk kesehatan tiroid. Nutrisi tersebut, pertama kali ditambahkan ke dalam garam pada tahun 1920. Bertujuan untuk mencegah gondok dan gangguan neurokognigtif, yang muncul akibat kurang yodium (Ishikawa, 1988).

2.6. Pengeringan
Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan energi panas. Biasanya, kandungan air bahan tersebut di kurangi sampai batas sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi di dalamya. Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan, berat bahan juga menjadi berkurang sehingga memudahkan transpor, dengan demikian di harapkan biaya produksi menjadi lebih murah (Murniyati,  2000).
Di samping keuntungan-keuntunganya, pengeringan juga mempunyai beberapa kerugian yaitu karena sifat asal bahan yang di keringkan dapat berubah, misalnya bentuknya, misalnya bentuknya, sifat-sifat fisik dan kimianya, penurunan mutu dan sebagainya. Kerugian yang lainya juga disebabkan beberapa bahan kering perlu pekerjaan tambahan sebelum di pakai, misalnya harus di basahkan kembali (rehidratasi) sebelum di gunakan. Agar pengeringan dapat berlangsung, harus di berikan energi panas pada bahan yang di keringkan, dan di perlukan aliran udara untuk mengalirkan uap air yang terbentuk keluar dari daerah pengeringan. Penyedotan uap air ini daoat juga di lakukan secara vakum. Pengeringan dapat berlangsung dengan baik jika pemanasan terjadi pada setiap tempat dari bahan tersebut, dan uap air yang di ambil berasal dari semua permukaan bahan tersebut. Factor-faktor yang mempengaruhi pengeringan terutama adalah luas permukaan benda, suhu pengeringan, aliran udara, tekanan uap di udara, dan waktu pengeringan (Murniyati,  2000).
Pengeringan merupakan proses mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti. Semakin banyak kadar air dalam suatu bahan, maka semakin cepat pembusukannya oleh mikroorganisme. Dengan demikian bahan yang dikeringkan dapat mempunyai waktu simpan yang lebih lama dan kandungan nutrisinya masih ada. Akan tetapi misalnya pada ikan asin, dilakukan penggaraman terlebih dulu sebelum dikeringkan. Ini dilakukan agar spora yang dapat meningkatkan kadar air dapat dimatikan (Desroirer, 2008).


2.7. Metode Pengeringan
Pengawetan secara pengeringan dilakukan setelah dilakukan proses penggaraman. Pengeringan adalah suatu proses pengawetan pangan yang sudah lama dilakukan oleh manusia. Metode pengeringan ada dua, yaitu metode pengeringan secara alami dan buatan / mekanis) (Desroirer, 2008).
2.7.1. Pengeringan Alami
Metode pengeringan secara alami adalah suatu proses pengeringan yang dilakukan dengan menggunakan media angin dan sinar matahari. Dalam pengeringan alam, ikan dijemur diatas rak-rak yang dipasang miring (+15o) kearah datangnya angin dan diletakkan ditempat terbuka supaya terkena sinar matahari dan hembusan angin secara langsung. Keunggulan pengeringan alami adalah proses sangat sederhana, murah dan tidak memerlukan peralatan khusus sehingga gampang dilakukan oleh semua orang. Pengeringan dengan sinar matahari merupakan jenis pengeringan tertua, dan hingga saat ini termasuk cara pengeringan yang populer di kalangan petani terutama di daerah tropis. Teknik pengeringan yang dilakukan dengan secara langsung maupun juga tidak langsung (dikeringanginkan), dengan rak-rak maupun lantai semen atau tanah serta penampung bahan lainnya (Moeljanto, 1992).
Pada proses pengeringan ini, angin berfungsi untuk memindahkan uap air yang terlepas dari ikan, dari atas ikan ke tempat lain sehingga penguapan berlangsung lebih cepat. Tanpa adanya pergerakan udara, misalnya jika penjemuran ditempat tertutup (tanpa adanya hembusan angin), pengeringan akan berjalan lambat. Selain tiupan angin, pengeringan alami juga dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari pada saat penjemuran berlangsung. Makin tinggi intensitasnya maka proses pengeringan akan semakin cepat berlangsung begitupun sebaliknya. Oleh karena itu, proses pengeringan alami sering terhambat pada saat musim penghujan karena intensitas cahaya matahari sangat kurang. Karena lambatnya pengeringan, proses pembusukan kemungkinan tetap berlangsung selama proses pengeringan (Budiman, 2008).
2.7.1. Pengeringan Mekanis
Pada metode pengeringan secara mekanis, ikan disusun diatas rak-rak penyimpanan didalam ruangan tertutup yang dilengkapi dengan beberapa lubang ventilasi. Kedalam ruangan tersebut, ditiupkan hawa panas yang dihasilkan dari elemen pemanas listrik. Hawa panas ditiupkan dengan sebuah kipas angin atau blower supaya mengalir ke arah rak-rak ikan. Angin yang membawa uap air dari tubuh ikan akan keluar dari lubang-lubang ventilasi. Pengeringan mekanis memiliki beberapa keunggulan antara lain Ketinggian suhu, kelembaban dan kecepatan udara mudah diatur. Sanitasi dan higiene lebih mudah dikendalikan.  Tidak memerlukan tempat yang luas. Waktu pengeringan menjadi lebih teratur (tidak terpengaruh oleh adanya musim hujan (Hardjosentono, 2009).
Pengeringan dengan pemanas buatan mempunyai beberapa tipe alat dimana pindah panas berlangsung secara konduksi atau konveksi, meskipun beberapa dapat pula dengan cara radiasi. Alat pengering dengan pindah panas secara konveksi pada umumnya menggunakan udara panas yang dialirkan, sehingga enersi panas merata ke seluruh bahan. Alat pengering dengan pindah panas secara konduksi pada umumnya menggunakan permukaan padat sebagai penghantar panasnya (Hardjosentono, 2009).

2.8. Ikan Asin
            Ikan asin merupakan bahan makanan yang terbuat dari daging ikan yang diawetkan dengan menambahkan banyak garam. Prosedur kerja dalam pembuatan ikan asin adalah lakukan penyiangan ikan dengan membuang insang,sisik dan isi perut kemudin ikan dibelah menjadi dua atau dalam bentuk fillet butterfly ikan.metode penggaraman yang digunakan adalah metode penggaraman kombinasi antara penggaraman kering dan basah. Faktor-faktor yang mempengaruhi dari produk suatu ikan asin adalah ketebalan daging ikan, konsentrasi garam, jenis garam, kandungan lemak pada suatu daging ikan, dan suhu pada tubuh ikan (Mucthadi, 1992).
Ikan asin merupakan bahan makanan yang terbuat dari daging ikan yang diawetkan dengan menambahkan banyak garam. Dengan metode pengawetan ini daging ikan yang biasanya membusuk dalam waktu singkat dapat disimpan di suhu kamar untuk jangka waktu berbulan-bulan, walaupun biasanya harus ditutup rapat. Ikan sebagai bahan makanan yang mengandung protein tinggi dan mengandung asam amino essensial yang diperlukan oleh tubuh, disamping itu nilai biologisnya mencapai 90%, dengan jaringan pengikat sedikit sehingga mudah dicerna oleh konsumen (Adawyah, 2007).
Dengan demikian prinsip pembuatan olahan ikan asin merupakan salah satu cara untuk memperpanjang daya simpan dan menambah nilai jual dari poduk tersebut. Sehingga hal ini sangat penting diketahui bagi kita terutama seorang praktikan jurusan perikanan sebagai seorang akademisi dan merupakan ranah bidang ilmu pengetahuan kita. Cara pengawetan ini merupakan usaha yang paling mudah dalam menyelamatkan hasil tangkapan nelayan. Dengan penggaraman proses pembusukan dapat dihambat sehingga ikan dapat disimpan lebih lama. Penggunaan garam sebagai bahan pengawet terutama diandalkan pada kemampuannya menghambat pertumbuhan bakteri dan kegiatan enzim penyebab pembusukan ikan yang terdapat dalam tubuh ikan (Tarwiyah, 2001).









BAB 3
PELAKSANAAN PRAKTIKUM


3.1. Tempat dan Waktu
            Praktikum Teknologi Penanganan Hasil Perikanan Tradisional tentang Pemindangan Pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya. Pada hari Kamis, 2 Februari 2017 pukul 10.00 WIB sampai dengan selesai.

3.2. Alat dan Bahan
3.2.1. Alat
Alat yang digunakan untuk praktikum pemindangan ini adalah seperangkat pisau, talenan, baskom, blander, kukusan, besek, dan timbangan.
3.2.2. Bahan
Bahan yang digunakan adalah Ikan Nila (Oreochromis niloticus) segar dan garam kasar atau garam halus.

3.3. Cara Kerja
Berikut cara kerja yang dilakukan pada praktikum Teknologi Penanganan Hasil Perikanan Tradisional  antara lain sebagai berikut:
1.      Ikan dicuci bersih lalu ditimbang.
2.      Ikan disiangi dan seluruh tubuh ikan di lumuri bumbu dan garam secukupnya
3.      Kemudian ikan dikukus
4.      Ikan asin yang telah kering di goreng.
5.      Uji organoleptik dan analisa sensori pada ikan asin betok.



BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Berikut hasil dari praktikum Teknologi Penanganan Hasil Perikanan Tradisional tentang Penggaraman dan Pengeringan Pada Ikan Sarden (Sardinella lemuru) antara lain, sebagai berikut:
Tabel 4.1.1. Analisa sensori pada ikan asin
No.
Nama Ikan
Penampakan
Aroma
Tekstur
Rasa
1.
Ikan Betok
10%
15%

6
7

6
6

6
6

7
7
2.
Ikan Sepat
10%
15%

7
7

7
8

7
7

7
7
3.
Ikan Lele
10%
15%

7
7

7
6

6
7

7
7
4.
Ikan Sarden
10%
15%

9
9

9
9

9
9

9
9
5.
Ikan Kembung
10%
15%

8
7

7
7

6
7

7
7
6.
Ikan Sapil
10%
15%

4
4

4
3

3
4

7
6
7.
Ikan Nila
10%
15%

7
7

7
7

7
6

7
7

Keterangan:
1= Amat sangat tidak suka
2= sangat tidak suka
3= Tidak suka
4= Agak tidak suka
5= Netral
6= Agak suka
7= Suka
8= Sangat suka
9= Amat sangat suka



4.2. Pembahasaan
            Berdasarkan praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan tentang penggaraman yang telah dilakukan, kami melakukan penggaraman pada ikan segar yang mana kelompok kami dapat melakukan perlakuan terhadap ikan sarden (Sardinella lemuru). Seperti yang telah kita ketahui bahwa garam bersifat higroskopis yang dimana kinerja dari garam tersebut saaat dilumuri diseluruh permukaan tubuh ikan yakni dengan garam tersebut menarik keluar air dari dalam tubuh ikan atau dapat dikatakan garam menyerap cairan tubuh ikan, selain itu garam juga menyerap cairan tubuh bakteri sehingga proses metabolisme bakteri terganggu karena kekurangan cairan, akhirnya bakteri mengalami kekeringan dan menyebabkan kematian.
Hal yang pertama dilakukan saat praktikum adalah menimbang berat garam sesuai perlakuan, dimana diuji untuk ikan pertama dengan persentasi garam 10% dan ikan kedua dengan garam sebesar 15%.  Praktikum dilaksanakan yang selanjutnya menyiangi atau membersihkan bagian dalam tubuh ikan baik itu jeroan ataupun insang dengan dilanjutkan membelah tubuh ikan menjadi dua dengan bentuk butterfly, setelah itu ikan dicuci bersih lalu dilumuri dengan garam yang konsentrasi dan persenya telah ditentukan sebelunya. Penggunaan garam yakni menggunakan garam kasar, karena ikan sarden memiliki ukuran yang cukup besar sehingga agar garam dapat terserap kedalam tubuh ikan dan menarik keluar air dari dalam tubuh ikan tersebut dengan cepat, jika menggunakan garam halus, dengan ikan yang memiliki ukuran cukup besar maka sebelum garam halus tersebut terserap kedalam tubuh ikan permukaan ikan sudah dehidrasi duluan seehingga menyebabkan ikan mengalami kemunduran mutu sebelum air dari dalam tubuh ikan keluar.
Setelah penggaraman dilanjutkan dengan pengeringanikan tersebut selama seminggu. Ikan yang digarami dan dikeringkan menjadi awet karena garam dapat menghambat atau membunuh bakteri penyebab kebusukan. Selain itu dengan dilakukannnya pengeringan kadar air dalam ikan yang menjadi faktor dasar pertumbuhan bakteri semakin kecil sehingga proses pengawetan dapat lebih sempurna. Saat uji organoleptik mengenai produk ikan asin yang telah jadi, dimana ikan asin yang kering dengan penggaraman yang sempurna yakni ikan sarden dengan rasa dan aroma yang pas.


 
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berikut kesimpulan yang di peroleh dari praktikum Praktikum Teknologi Penanganan Hasil Perikanan Tradisional, antara lain sebagai berikut:
1.      Garam berfungsi untuk menarik air keluar dari dalam tubuh ikan
2.      Garam yang baik untuk penggaraman yakni garam yang sedikit mengandung Ca dan Mg.
3.      Setiap bahan pangan yang mengalami pengeringan akan mengalami penurunan berat, karena adanya penguapan pada bahan pangan saat pengeringan dan yang tersisa hanya padatan dan air yang terikat.
4.      Akan terjadi perubahan warna pada bahan pangan setelah proses pengeringan, hal ini dikarenakan adanya reaksi-reaksi non-enzimatik.
5.      Faktor yang mempengaruhi proses pengeringan antara lain suhu, luas permukaan bahan, ukuran, kadar lemak, dan metode yang digunakan.


5.2. Saran
            Praktikum sudah berjalan dengan lancar, sejauh ini belum ada saran baik untuk asisten maupun praktikan yang bersangkutan.









DAFTAR PUSTAKA

Adawiyah. 2007. Pengolahan dan Pemgawetan Ikan. Bumi Aksara. Jakarta
Budiman. 2008. Pengawetan dan Pengolahan Bahan Pangan. Penerbit UIP. Jakarta.
Budiman, M.S. 2004. Teknik Penggaraman dan Pengeringan. Departemen
Pendidikan Nasional.
Desroirer. 2008. Pengawetan dan Pengolahan Bahan Pangan .Uip. Jakarta.
Fida, Ruhil. 2007.Teknologi Pasca Panen. SPP Negeri Sembawa. Palembang.
Hardjosentono. 2009. Mesin-mesin Pertanian. Bumi Aksara. Jakarta.
Ishikawa, K.1988. Macam-Macam Garam. IPB Press. Bogor.
Moeljanto, R. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Martini, K. 2010. Garam dalam Kehidupan Sehari-hari. UNS Press. Surakarta.
Mucthadi. 1992. IlMu Pengetahuan Bahan Pangan. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jendral Pedidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Murniyati. 2000.Proses Pengeringan. Kanisius. Yogyakarta.
Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Binacipta Anggota
IKAPI. Bogor.
Sugianto. 1986. Kekayaan Laut Indonesia. Penebar Swadaya. Jakarta.
Suryanto, 2003. Penggaraman dan Pengeringan. Departemen Pendidikan. Jakarta
Tarwiyah. 2001. Cara Pengasinan Ikan. PT Penebar Swadaya. Jakarta.


                                                                                                          













 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar