Sabtu, 08 April 2017

LAPORAN PRAKTIKUM Arthemia terhadap Uji Toksisitas Spirulina ~Puput


LAPORAN TETAP
PRAKTIKUM TOKSIKOLOGI HASIL PERIKANAN

UJI Arthemia terhadap Uji Toksisitas Spirulina




Saputriani
05061181520003








PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2017


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.Latar belakang
Toksisitas adalah efek berbahaya dari suatu bahan obat pada organ target. Uji toksisitas dilakukan untuk mengetahui tingkat keamanan zat yang akan di uji. Adapun sumber zat toksik dapat berasal dari bahan alam maupun sintesis Toksisitas diukur dengan mengamati kematian pada hewan coba.Kematian hewan coba dianggap sebagai respon dengan menggunakan kematian sebagai jawaban toksik adalah titik awal untuk mempelajari toksisitas (Al-Munawar, 2009).
Prinsip suatu tanaman dapat digunakan sebagai antikanker yaitu apabila tanaman tersebut mengandung senyawa yang bersifat sitotoksik. BSLT ( Brine Shrimp Letahality Test ) merupakan salah satu metode untuk skrining terhadap senyawasitotoksik dengan menggunakan Artemia salina Leach. Penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan dalam rangkamenemukan senyawa sitotoksik yang diharapkan dalam perkembanganselanjutnya dapat digunakan sebagai obat antikanker (Isnansetyo, et.al ,1995).
Brine Shimp Lethality Test (BSLT) merupakan salah satu metode uji toksisitas yang banyak digunakan dalam penelusuran senyawa bioaktif yang toksik dari bahn alam. Metode ini menunjukkan aktifasi farmakologis yang luas, tidak spesifik dan dimanifestasikan sebagai toksisitas senyawa terhadap larva udang (Artemia Salina Leach) Metode ini dapat dilakukan dengan cepat, murah, mudah dan cukup reproduksibel sehingga dapat digunakan sebagai bioassay Guided Isolation yaitu isolasi komponen kimia berdasarkan aktifitas yang ditunjukkan oleh bioessay tersebut. Dengan mengetahui aktifitas dari suatu kelompok komponen kimia (fraksi), dapat dilakukan isolasi senyawa sehingga diperoleh senyawa tunggal aktif (Federer1963).
Artemia merupakan pakan alami yang banyak digunakan dalam usaha budidaya ikan dan udang, di indonesia belum ditemukan adanya artemia, sehingga sampai saat ini Indonesia masih mangimpor artemia sebanyak 50 ton/tahun. Walaupun pakan buatan dalam berbagai jenis telah berhasil dikembangkan dan cukup tersedia untuk larva ikan dan udang, namun artemia masih tetap merupakan bagian yang esensial sebagai pakan larva ikan dan udang di unit pembenihan. Keberhasilan pembenihan ikan bandeng, kakap dan kerapu juga memerlukan ketersediaan artemia sebagai pakan alami esensialnya, serta dengan adanya kenyataan bahwa kebutuhan artemia untuk larva ikan kakap dan kerapu 10 kali lebih banyak dibandingkan dengan larva udang, maka kebutuhan kista atemia akan semakin meningkat (Daulay, 1998).


1.2. Tujuan
Untuk membuktikan ketoksikan dari antioksidan spirulina dengan menghitung LC50 terhadap larva udang laut (Artemia salina L) berdasarkan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT).






















BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistematika dan Morfologi Ikan Tambakan (Helostoma temmenckii)
Menurut Priyambodo dan Triwahyuningsih (2003) sistematika Artemia  salina adalah sebagai berikut :
Kingdom         : Animalia
Filum               : Anthropoda
Kelas               : Crustacea
Ordo                : Anostraca
Family             : Artemidae
Genus              : Artemia                    
Spesies            : Artemia salina
Kista artemia berbentuk bulat berlekuk dalam keadaan kering dan bulat penuh dalam keadaan basah.Warnanya coklat yang diselubungi oleh cangkang yang tebal dan kuat.Cangkang ini berguna untuk melindungi embrio terhadap pengaruh kekeringan, benturan keras, sinar ultra violet dan mempermudah pengapungan (Mudjiman, 2008). Artemia dewasa  memiliki ukuran antara 10-20 mm dengan berat sekitar 10 mg. Bagian kepalanya lebih besar dan kemudian mengecil hingga bagian ekor. Mempunyai sepasang mata dan sepasang antenulla yang terletak pada bagian kepala.Pada bagian tubuh terdapat sebelas pasang kaki yang disebut thoracopoda.Alat kelamin terletak antara ekor dan pasangan kaki paling belakang.Salah satu antena artemia jantan berkembang menjadi alat penjepit, sedangkan pada betina antena berfungsi sebagai alat sensor. Jika kandungan oksigen optimal, maka artemia akan berwarna kuning atau merah jambu. Warna ini bisa berubah menjadi kehijauan apabila mereka banyak mengkonsumsi mikroalga. Pada kondisi yang ideal seperti ini, artemia akan tumbuh dengan cepat (Priyambodo dan Triwahyuningsih, 2003).

2.2. Habitat Artemia
Artemia, satu-satunya genus dalam keluarga artemidae.Pertama kali ditemukan di Lymington, inggris pada tahun 1755.Artemia ditemukan diseluruh dunia dipedalaman saltwater tetapi tidak di lautan. Artemia hidup di perairan yang berkadar garam tinggi, yaitu antara 15-30 ppt. Pada salinitas yang terlalu tinggi, telur tidak akan menetas yang disebabkan tekanan osmosis dari luar tubuh lebih tinggi, sehingga telur tidak dapat menyerap air yang cukup untuk metabolismenya(Dhert, 1980).
Artemia memiliki kemampuan beradaptasi dengan cepat terhadap variasi tingkatan oksigen di perairan dengan menghasilkan hemoglobin untuk meningkatkan afinitas oksigen. Kandungan oksigen terlarut yang baik untuk pertumbuhan artemia adalah di atas 3 mg/L namun kadar oksigen kurang dari 2 mg/L dapat menjadi pembatas produksi biomasa artemia (Harefa, 1996).
                                                                                                     
2.3. Spirulina
Merupakan alga hijau hijau biru foto-autotrof dapat ditemukan pada perairan tawar maupun asin.Mikroalga ini telah lama digunakan sebagai sumber bahan makanan di Meksiko dan Afrika dan merupakan salah satu sumber makanan alami paling potensial baik untuk hewan dan manusia.Kandungan proteinnya yang tinggi mencapai 60-70% (basis kering) serta kandungan asam-asam amino Spirulina sesuai dengan rekomendasi badan pangan dunia FAO (Choi et al. 2003). Spirulina merupakan salah satu sumber pangan berpotensi, sebagai contoh 1 are (0,4646 hektar) Spirulina dapat menghasilkan protein 20 kali lebih baik dari 1 are kedelai atau jagung dan 200 kali lebih baik dari pada daging sapi (Kozlenko dan Henson 1998).
Spirulina termasuk cyanobacteria atau yang lebih dikenal dengan alga hijau biru, ada di bumi sejak 3500 juta tahun lalu. Mikroorganisme ini berukuran 3,5-10 mikron dan juga memiliki filamen berbentuk spiral dengan diameter 20-100 mikron. Spirulina mengandung 60% protein dengan asam-asam amino esensial, sepuluh vitamin, juga berkhasiat sebagai obat (therapeutic). Selain itu pula, Spirulina memiliki pigmen fikosianin yang merupakan antioksidan dan antiinflamatori (Romay et al 1998 diacu dalam Desmorieux 2006), polisakarida yang memiliki efek antitumor dan antiviral (Gao dan Wu 2000; Mishima et al 1998 diacu dalam Desmorieux 2006), γ-asam linoleat (GLA) dari Spirulina dapat berfungsi dalam penurun kolesterol (Sumeru et,al, 2008).
2.4.  Efek antioksidan terhadap hewan air
Antioksidan sangat berperan penting bagi kesehatan, salah satunya dapat
diperoleh dari mikroalga Spirulina platensis. Mikroalga Spirulina platensis
menghasilkan senyawa bioaktif yang berpotensi sebagai antioksidan, antara
lain senyawa karotenoid dan pigmen fikobiliprotein (fikosianin dan fikoeritrin).
Kebutuhan akan antioksidan mendorong dilakukannya penelitian ini yang
bertujuan untuk mengetahui besaran aktivitas antioksidan, tingkat toksisitas
serta jenis senyawa yang dikandung.Mikroalga Spirulina platensis INK
diekstraksi secara soxhletasi menggunakan pelarut petroleum eter, etil asetat
dan etanol, selanjutnya hasil ekstrak dilakukan penapisan fitokimia dan uji
antioksidan metode DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhidrazyl) serta toksisitas
secara BSLT (Brine Shrimp Lethality Test). Ekstrak etanol di KLT
(kromatografi lapis tipis) untuk memilih fase gerak yang cocok untuk
fraksinasi dengan kromatografi kolom dan hasil fraksi disederhanakan. Fraksi
gabungan di uji kembali antioksidan dan toksisitas, selanjutnya diidentifikasi
dengan Kromatografi Gas-Spektrofotometer Massa (KG-SM). Hasil ekstraksi
didapatkan 3 ekstrak, ekstrak etanol memiliki aktivitas antioksidan paling
tinggi dengan nilai IC50 52,14 μg/mL dan sangat toksik dengan nilai LC50
19,41 bpj (Hart, 1983).
Penapisan fitokimia didapatkan golongan senyawa flavonoid, steroid
triterpenoid, fenol dan asam lemak. Fraksinasi ekstrak etanol dengan fase gerak
etanol 96%-kloroform 1:5 menghasilkan 48 fraksi dan disederhanakan menjadi
3 fraksi. Hasil pengujian fraksi didapatkan nilai IC50 fraksi I, fraksi II, fraksi III
adalah 91,29 μg/mL, 121,90 μg/mL, 146,95 μg/mL, ketiga fraksi toksik
dengan nilai LC50 fraksi I 98,86 bpj, fraksi II 232,11 bpj, dan fraksi III 521,97
bpj. Hasil identifikasi KG-SM didapatkan senyawa yang berkhasiat sebagai
antioksidan alami adalah senyawa asam lemak
(Hart, 1983).

2.5.  LD50 dan LC50
Istilah LD50 pertama kali diperkenalkan sebagai indeks oleh Trevan pada tahun 1927. Pengertian LD50 secara statistik merupakan dosis tunggal derivat suatu bahan tertentu pada uji toksisitas yang pada kondisi tertentu pula dapat menyebabkan kematian 50% dari populasi uji (hewan percobaan).
Sebagai contoh: ditemukan suatu senyawa kimia baru dan untuk mengetahui efek toksiknya digunakan LD50. Jumlah hewan percobaan paling sedikit 10 ekor untuk tiap dosis dengan rentang dosis yang masuk paling sedikit 3 (dari 0 – 100 satuan). Hubungan dosis dan respon dituangkan dalam bentuk kurva dimana kurvanya sudah tipikal sigmoid
(Post, 1987).
Semakin banyak jumlah hewan uji dan rentang dosisnya, kurva sigmoid akan lebih teramati. Dosis yang terendah menyebabkan kematian hewan uji sebesar 1%. Kurva sigmoid distribusi normal seperti ini menunjukkan respon 0% pada dosis yang rendah dan respon sebesar 100% pada dosis yang meningkat tetapi respon tersebut tidak akan melebihi rentang 0 – 100 %.
Bagaimanapun juga setiap bahan kimia mempunyai threshold dose yang tidak sama. Threshold dose adalah suatu dosis minimal yang merupakan dosis efektif dimana dengan dosis yang minimal tersebut individu sudah dapat memberikan atau menunjukkan responnya, sehingga untuk tiap individu threshold dose inipun berbeda.
Lethal Concentration 50 atau biasa disingkat LC 50 adalah suatu perhitungan untuk menentukan keaktifan dari suatu ekstrak atau senyawa.Makna LC 50 adalah pada konsentrasi berapa ekstrak dapat mematikan 50 % dari organisme uji, misalnya larva Artemia salina (brine shrimp) (Post, 1987).











BAB 3
PELAKSANAAN PRAKTIKUM


3.1. Tempat dan Waktu
         Praktikum Toksikologi Hasil Perikanan tentang Uji Toksisitas Spirulina  ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya. Pada hari Selasa, 21Maret 2017 pukul 10:00 WIB sampai dengan selesai.
3.2. Alat dan Bahan
        Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah Aerator, Lampu TL 14 watt ,Baskom ,Batu aerasi, Selang, Sendok. Sedangkan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah Aquadest, Ekstrak spirulina, Garam, dan Telur larva Artemia salina L.
3.3. Cara Kerja
Berikut cara kerja yang dilakukan pada praktikum Toksikologi Hasil Perikanan tentang Uji Toksisitas Spirulina, antara lain sebagai berikut:
1. Penyiapan Larva
a. Telur Artemia salina Leach sebanyak 50 mg direndam dalam wadah yangberisi 250 mL air laut (1:4 = aquadest : garam dapur) pada pH 8-9
b. Wadah yang berisi telur Artemia salina L diletakkan di bawah cahaya lampu yang telah dilengkapi dengan aerator pada suhu 25oC.
c.  Proses inkubasi dilakukan selama 18-24 jam sambil terus diamati, telur
2.  Penyiapan Ekstrak Spirulina
a. Ekstrak spirulina diambil sebanyak 0.1 gram, kemudian dimasukkan ke dalam tabung vial, lalu ditambahkan aquadest sebanyak 10 mL
b.  Larutan ekstrak dihomogenkan
3.  Pengujian Toksisitas
a.  Larutan ekstrak spirulina diambil dari tahap no 2 menggunakan mikropipet ke dalam masing-masing vial yang berisi sesuai konsentrasi yang telah ditetapkan yaitu 1 µg/mL, 10 µg/mL, 100 µg/mL, dan 1000 µg/mL, lalu dicukupkan volumenya hingga 5 mL air laut.
b.     Setiap tabung vial ditambahkan 10 ekor larva udang (Artemia salina Leach) dan ditambahkan air laut sebanyak 10 mL, baru kemudian diinkubasi selama 24 jam
c.     Jumlah larva yang mati dan hidup dihitung, kemudian nilai LC50 dihitung. Proses pengujian toksisitas dilakukan replikasi sebanyak 2 kali,
                                       























BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Berikut hasil dari praktikum Toksikologi Hasil Perikanan tentang Uji Toksisitas Spirulina, antara lain sebagai berikut:
Tabel 4.1.8. Tabel pengamatan Artemia salina L
Jenis sampel
Replikasi
Jumlah larva yang mati tiap konsentrasi (µg/mL)
Air laut (kontrol)
1
10
100
1000

Ekstrak spirulina
1





2





Total kematian






% kematian














Y = a + bx
4.2. Pembahasaan
            Pada praktikum Toksikologi Hasil Perikanan minggu lalu yang berjudulkan Uji Toksisitas Spirulina dimana kami menggunakan telur Artemia salina Leach sebanyak 50 mg direndam dalam wadah yang berisi 250 mL air laut, sebelum di uji toksisitas terhadap spirulina proses inkubasi dilakukan selama 18-24 jam dengan menggunakan aerator sambil terus diamati. Setelah itu larva Artemia salina Leach yang hidupdiambil sebanyak 10-20 ekor dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisikan air tersebut, larva yang hidup dan mati dipisahkan pada saat pengambilan larva Artemia salina Leach.
Artemia merupakan pakan alami yang banyak digunakan dalam usaha budidaya ikan dan udang, di indonesia belum ditemukan adanya artemia, sehingga sampai saat ini Indonesia masih mangimpor artemia sebanyak 50 ton/tahun. Walaupun pakan buatan dalam berbagai jenis telah berhasil dikembangkan dan cukup tersedia untuk larva ikan dan udang, namun artemia masih tetap merupakan bagian yang esensial sebagai pakan larva ikan dan udang di unit pembenihan. Keberhasilan pembenihan ikan bandeng, kakap dan kerapu juga memerlukan ketersediaan artemia sebagai pakan alami esensialnya, serta dengan adanya kenyataan bahwa kebutuhan artemia untuk larva ikan kakap dan kerapu 10 kali lebih banyak dibandingkan dengan larva udang, maka kebutuhan kista atemia akan semakin meningkat (Daulay, 1998).
Toksisitas adalah efek berbahaya dari suatu bahan obat pada organ target. Uji toksisitas dilakukan untuk mengetahui tingkat keamanan zat yang akan di uji. Adapun sumber zat toksik dapat berasal dari bahan alam maupun sintesis Toksisitas diukur dengan mengamati kematian pada hewan coba.Kematian hewan coba dianggap sebagai respon dengan menggunakan kematian sebagai jawaban toksik adalah titik awal untuk mempelajari toksisitas.Lethal Concentration 50 atau biasa disingkat LC 50 adalah suatu perhitungan untuk menentukan keaktifan dari suatu ekstrak atau senyawa.Makna LC 50 adalah pada konsentrasi berapa ekstrak dapat mematikan 50 % dari organisme uji, misalnya larva Artemia salina (brine shrimp) (Post, 1987).
Pengertian LD50 merupakan dosis tunggal derivat suatu bahan tertentu pada uji toksisitas yang pada kondisi tertentu pula dapat menyebabkan kematian 50% dari populasi uji (hewan percobaan).Sebagai contoh: ditemukan suatu senyawa kimia baru dan untuk mengetahui efek toksiknya digunakan LD50















BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berikut kesimpulan yang di peroleh dari praktikum Toksikologi Hasil Perikanan tentang Uji Toksisitas Spirulina antara lain sebagai berikut:
2.      Artemia merupakan pakan alami yang banyak digunakan dalam usaha budidaya ikan dan udang, di indonesia belum ditemukan adanya artemia, sehingga sampai saat ini Indonesia masih mangimpor artemia sebanyak 50 ton/tahun.
3.      Penetasan kista artemia sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan yaitu suhu, aerasi, salinitas dan intensitas cahaya.
4.      Perkembangbiakan artemia ada dua cara, yakni partenhogenesis dan biseksual.
5.       Lethal Concentration 50 atau biasa disingkat LC 50 adalah suatu perhitungan untuk menentukan keaktifan dari suatu ekstrak atau senyawa pada konsentrasi berapa ekstrak dapat mematikan 50 % dari organisme uji.
6.      Toksisitas adalah efek berbahaya dari suatu bahan obat pada organ target. Uji toksisitas dilakukan untuk mengetahui tingkat keamanan zat yang akan di uji..

1.2.   Saran
            Sebaiknya pada saat praktikum dilangsungkan dan pengawasan kepada praktikan saat praktikum berlangsung, agar praktikum yang terjadi dapat lebih di fahami oleh praktikan dan juga agar praktikum berjalan dengan kondusif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar